malam bersalju

Rakean Radya Al Barra
3 min readNov 26, 2024

--

Photo by Yannik Zimmermann on Unsplash

malam itu, konstelasi utara dibersamai pula oleh berdansanya serpihan awan menuju bumi. masing-masingnya seolah memancarkan putih suci yang tak ubahnya para dekorasi langit. aku dan jubah tebalku menyambut semesta yang berjatuhan ini di luar tempat persinggahan. kuulurkan tangan berselimutkan wol dan menikmati kontras bintik kecil pada hitamnya kain.

aku dan syal leherku melangkah lebih jauh melewati bukit menuju gerbang megah berpilar ganda — batu abu yang berukirkan ilustrasi perisai yang mencerminkan kebijaksanaan. di atas masing-masing pilarnya bertengger burung predator yang kegagahannya semakin bertambah dengan hilangnya cahaya. lekukan hitam gerbang dipeluk oleh pola-pola salju, teralisnya memperlihatkan lingkungan kuno yang terjaga di kejauhan. dari balik gerbang, jalan setapak yang berbalut salju membentang lurus menuju aula yang berdiri anggun dengan jendela-jendela yang berkilauan temaram.

aku dan topi merahku menatap sang penjaga setia zaman itu dari kejauhan, menikmati hening malam yang mengisi udara. keangkuhan dari arsitektur gothic di sekitar menciptakan sebuah vakum waktu — barangkali memang sensasi ini yang dirancang untuk tempat yang mengemban misi pengetahuan yang amat suci itu. kupun tersenyum ketika dua ekor rubah kecil muncul dari entah dunia mana untuk berlari kecil dan saling mengejar di halaman rumput. jejak-jejak mungilnya di atas selimut putih itu hampir tak terlihat di bawah bayangan pepohonan evergeen yang menghiasi lahan.

ingin sekali kucuri waktu barang sesaat dua saat untuk berdiam diri di bawah kanopi itu hanya untuk menyerap malam. namun, panggilan yang jauh lebih kuinginkan sudah lama mengetuk isi benak, maka aku dan sepatu bot kulitku bergegas di atas trotoar — suara tipis pecahan lapisan es menemani sepanjang jalan.

aku dan janjiku tiba di halte sepuluh menit setelahmu, tetapi kamu tampak terlalu keasyikan dengan cuaca malam itu untuk menghardikku dengan candaan setengah kesalmu. ayunan kakimu dari atas besi kursi halte itu membuat aku dan mataku tersenyum. saat kurasakan dinginnya besi saat mengambil kursi sebelahmu, kamu tak juga menoleh, tetap terpana dengan pertunjukan dansa di udara.

oh ya, mengapa bisa lupa? ini salju pertamamu.

dasar aku dan ingatan lemahku.

setelah perjalanan bus penuh tawa kecil dan cerita tentang hari itu, sampai juga kita di pasar musiman yang begitu disarankan teman lokal. di tengah keramaian hangat yang wangi roti itu, kamu memilih cokelat panas sementara aku dan kelaparanku mencoba pretzel. pilihan yang bagus karena kamu memang kedinginan dan pandanganku memang sudah kemanisan. hidungmu yang kuanggap lucu itu merah kedinginan dan bulan membuat kulitmu bersinar.

kita kembali ke bus dan kuantarkanmu ke halte sebelumnya. kamu berterima kasih atas hiburan sejenak di tengah malam padatmu dan berpamitan untuk shift berikutnya, meninggalkan aku dan kesenanganku untuk berjelajah di dekat rumah. kuteringat kedua rubah yang bermain beberapa saat sebelumnya dan berharap mereka telah pulang dengan nyaman.

kantuk pun mempersuasiku untuk melakukan hal yang sama, maka aku dan mimpiku tetiba saja sudah kembali ke kompleks berisikan rumah-rumah mungil. sebelum berbelok ke tangga kecil depan tempat kita, kutengok sebentar playground kecil yang kini tertumpuk salju. tentu, esok pagi ia akan ramai dengan senyum bahagia.

aku dan nostalgiaku menjadi terharu.

kurogoh saku mencari kunci dan menghela napas yang begitu panjang karena kantukku tak boleh terlalu diladeni dulu. kuhentikan diri depan pintu yang di baliknya tentu ada begitu banyak yang menantikanku — tumpukan kertas dan buku dan layar dan surat elektronik dan…

kejutan di dada menyadarkanku pukul dua pagi, lalu aku seketika menengok ke jendela hanya untuk melihat bahwa serpihan awan yang jatuh dari angkasa tentu saja tak berwarna putih.

huft.

sabar.

barangkali ia memori dari masa yang akan datang.

Photo by Vidar Nordli-Mathisen on Unsplash

terpantik oleh snowy november di beberapa bagian dunia tahun ini; tempat dan cerita fiksional walau terinfluence oleh berbagai inspirasi.

--

--

Rakean Radya Al Barra
Rakean Radya Al Barra

Written by Rakean Radya Al Barra

ngumbara rasa; berbagi tiap jumat pukul 10 WIB

Responses (3)