Sitemap

Manajemen Waktu Mindful: The Colors Game

Mindset Shift Untuk Memanfaatkan Waktu

5 min readJun 20, 2025
Photo by Tsvetoslav Hristov on Unsplash

Salah satu hal yang kutemui dari begitu banyaknya trik produktivitas dan manajemen waktu adalah betapa time consuming semua prosesnya.

Atau — jika tak benar-benar time consuming — setidaknya terkesan memberatkan di kepala karena ada sesuatu yang harus dilakukan, entah itu membuat checklists atau memelihara accountability group atau time blocking satu-satu yang menghabiskan banyak waktu itu.

Dengan begitu, aku tawarkan sebuah mindset shift ringan untuk bisa membuat kita barangkali sedikit lebih sadar terhadap waktu yang kita habiskan: hanya perlu ingat warna hijau, kuning, dan merah.

Mindful and Purposeful

Photo by Daniele Levis Pelusi on Unsplash

Sebelum kita bermain warna, ada dua kata yang perlu kita definisikan: mindful dan purposeful.

Kita bisa dikatakan sedang mindful ketika menjalankan suatu kegiatan ketika kita betul-betul hadir dalam prosesnya. Keadaan flow state, passionate mengerjakan sesuatu, atau sangat merasa diri sedang hadir secara fisik mental ketika melakukan apapun itu biasanya tergolong mindful. Sementara itu, doomscrolling, bengong, dan gangguin orang pas gak ada kerjaan biar gak kosong-kosong amat biasanya tidak mindful.

Tidak perlu ‘produktif’ untuk menjadi mindful. Hal-hal sepele semacam menyetrika atau mengupil juga bisa saja mindful jika kita memang menghadirkan jiwa dan raga untuk hal tersebut. Doomscrolling, bengong, dan gangguin orang pas gak ada kerjaan juga bisa saja mindful, asalkan itu memang pilihan sadar dan kita hadirkan diri sendiri dalam kegiatan tersebut. Dengan begitu, terkadang kita temukan ketenangan dalam suatu kegiatan simply because kita hadir di dalamnya.

Lalu, bagaimana dengan purposeful? Kita bisa dikatakan sedang melakukan sesuatu secara purposeful ketika kita melakukan suatu kegiatan demi tujuan yang lebih besar. Ada makna belakang layar yang terdukung oleh kegiatan tersebut. Telaten menghajar Microsoft Excel demi profit perusahaan termasuk purposeful. Memberikan makanan pada kucing demi rasa altruisme termasuk purposeful. Ikhlas memohon dalam salat taubat juga termasuk purposeful. Biasanya, cap ‘produktif’ berbanding lurus dengan kegiatan yang purposeful.

Apakah semua kegiatan purposeful terasa bermakna? Belum tentu. Salah satu alasannya adalah karena tujuan atau makna dibaliknya tidak langsung tampak. Selain itu, tujuan tersebut juga bisa jadi agak jauh dari nilai-nilai pribadi kita. Kegiatan purposeful juga mungkin hambar jika kita tak benar-benar hadir padanya.

Dengan begitu, kita bisa coba untuk menggolongkan kegiatan kita menjadi tiga kelompok warna:

  1. 🍏 Hijau itu kegiatan yang dilakukan secara mindful dan purposeful
  2. 🟨 Kuning itu jika ia salah satunya
  3. 🍎 Merah itu ketika ia tidak keduanya

Inilah The Colors Game.

The Colors Game

Photo by Robert Katzki on Unsplash

Sebelum berlanjut, mari kita latihan dulu dalam menggolongkan kegiatan-kegiatan berdasarkan warnanya.

  • Mengerjakan tugas kuliah dengan khidmat sampai lupa waktu, warnanya apa?
  • Nonton film komedi gak penting tapi sambil benar-benar menikmati ceritanya, warnanya apa?
  • Meeting kerjaan yang sebenarnya gak relevan, tapi tetap diikuti sambil buka HP, warnanya apa?
  • Ngobrol santai dengan sahabat, sambil sepenuhnya fokus dalam percakapan, warnanya apa?
  • Fokus main game dengan niat refreshing untuk mengisi waktu, warnanya apa?

Tentu, untuk setiap orang, warnanya mungkin akan berbeda-beda — bergantung pada konteks kehidupan sendiri dan juga pendefinisian mindful dan purposeful. Bagiku, secara berurutan, warnanya adalah hijau, kuning, merah, hijau, kuning.

Untuk orang lain, bisa saja mengobrol santai dengan sahabat tak dihitung purposeful, sehingga kegiatan tersebut menjadi kegiatan kuning. Atau bisa jadi, bagi adikku, bermain game merupakan hal yang purposeful, sehingga baginya itu adalah kegiatan hijau. The Colors Game adalah permainan yang fleksibel, mengikuti definisi pemainnya.

Sudah merasa bisa mengelompokkan warna kegiatan? Jika belum, boleh untuk baca-baca kembali dari definisi mindful dan purposeful sebelum beranjak ke bagian selanjutnya, ya! Jika sudah, kita coba visualisasikan satu hal lagi: kartu.

Bayangkan sekumpulan kartu — masing-masingnya merepresentasikan satuan waktu. Terserah unitnya mau menit atau Pomodoro atau jam. Yang penting bisa dibayangkan. Mau sepanjang apa hidup kita, kartu itu terbatas.

Mengasumsi bahwa kita hidup sesuai angka harapan hidup global (73 tahun), bahwa satu kartu memiliki tebal sekitar 0,3 milimeter, dan bahwa satu lantai bangunan itu sekitar 3,2 meter — kalau kita punya satu kartu untuk setiap jam hidup, kita akan punya tumpukan kartu yang setinggi bangunan 60 lantai.

Terkesan banyak. Jangan 73 tahun, deh.

Untuk satu hari, kita hanya punya 24 kartu. Tak sampai setengahnya isi kotak kartu remi. Kecil. Finite. Dalam kendali.

Tiap-tiap dari kartu itu akan mengambil warna sesuai dengan kegiatan yang mengisi waktu tersebut. Sejam yang mindful dan purposeful menghasilkan kartu yang hijau. Sejam yang hanya salah satu saja menghasilkan kartu yang kuning. Sejam yang sia-sia menghasilkan kartu yang merah.

This is what I call The Colors Game.

Permainannya adalah, bagaimana caranya agar di akhir hari, bulan, tahun, dan seumur hidup, kartu hijau lebih banyak dari kartu merah?

Tujuannya, ketika nanti disidang pada Hari Esok, perhitungannya mulus. Timbangan kartu hijaunya lebih berat. Lalu, kita dapat nikmati hijau yang lebih abadi.

Terus, mengapa permainan ini powerful? Menurutku, karena The Colors Game bukan trik manajemen waktu yang harus terlalu effort— hanya membayangkan kartu-kartu polos berubah warna — ia cukup praktis kalau sudah terbiasa. Dengan begitu, kita bisa menangkap diri sendiri di tengah-tengah kegiatan yang merah dan memutuskan untuk beralih setidaknya ke hal yang lebih mindful atau purposeful. Saat sedang doomscrolling tanpa tujuan, misalnya, aku bisa bertanya pada diri sendiri, “Merah gak ya, kartu ini?”

Selain itu, kita bisa lebih terbayang bahwa waktu kita amat sangat terhingga. Ketika satu kartu sudah mengambil sebuah warna, ia sudah permanen dalam tumpukan. Waktu tersebut tidak akan kembali.

Dengan demikian pula — karena jumlah kartu terbatas — selain usaha keras untuk meningkatkan jumlah kartu hijau, strategi kemenangan lainnya adalah untuk mereduksi jumlah kartu merah. Dengan memperbanyak kartu kuning (antara mindful atau purposeful tapi tidak keduanya), kita telah menghentikan kelahiran satu kartu merah! Maka, kita tak perlu mencemberuti diri sendiri jika memang sedang waktunya untuk hanya bisa memunculkan kartu kuning.

Bayangannya begini: slot kartu untuk maksiat dan sia-sia dihabiskan setidaknya dengan hal-hal yang boleh dan biasa-biasa saja. Ia abadi dalam tumpukan kartu sebagai kartu yang setidaknya bukan merah. Lebih baik hijau, memang, tapi bukankah dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalb al-mashalih? (menolak kerusakan lebih didahulukan daripada meraih kemaslahatan)

Jadi entah mau digambarkan sebagai permainan macam apapun atau diejawantahkan dalam tools produktivitas apapun, prinsip pentingnya adalah audit diri yang terus-menerus — apapun itu yang memunculkan tanggung jawab atas kartu-kartu terhingga yang membentuk bangunan 60 lantai kita masing-masing.

--

--

Rakean Radya Al Barra
Rakean Radya Al Barra

Written by Rakean Radya Al Barra

ngumbara rasa; berbagi tiap jumat pukul 10 WIB

Responses (3)