Manusia Membuka Pintu

Butterfly Effect dan Peran Manusia dalam Perjalanan Manusia Lain

Rakean Radya Al Barra
5 min readSep 22, 2023
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Dalam cerita-cerita fiksi di luar sana, sang tokoh utama kerap memiliki seorang sosok mentor yang kemudian menjadi bagian penting dalam character development-nya. Mentor fiktif ini beragam, entah itu seorang sensei, rekan kerja senior, atau anggota keluarga yang bijaksana.

Ia adalah sosok yang biasanya memiliki pengalaman yang berlimpah, juga sudut pandang dan/atau sumber daya yang mampu mengakselerasi perkembangan sang tokoh utama.

Aku senang dengan akselerasi.

Jadi dengan begitu, terlebih karena aku tidak punya kakak kandung, sepertinya aku mencari sosok mentor itu secara mandiri. Dan meskipun aku tak punya seorang sensei tua macam Yoda, Gandalf, Haymitch, atau Mike Ehrmantraut, lika-liku random hidupku membuahkan jejaring mentor yang orang-orangnya sampai saat ini tetap saja membuatku ter-uwaw-uwaw.

Pengalaman bersama mentor-mentor ini memantik beberapa renungan terkait peran manusia dalam perjalanan manusia lain.

Butterfly Effect

Photo by Justin DoCanto on Unsplash

Does the Flap of a Butterfly’s Wings in Brazil Set Off a Tornado in Texas?

Apakah kepakan sayap seekor kupu-kupu di Brazil bisa mengakibatkan puting beliung di Texas?

Begitulah (sebagian) dari judul sebuah paper karya Edward Lorenz, seorang profesor meteorologi dari MIT, yang menggagaskan konsep chaos theory. Beliau mempublikasikan paper tersebut untuk memberikan argumen matematis yang menjelaskan mengapa begitu sulit untuk meramal cuaca.

Ternyata, dalam sistem yang sedinamis iklim, perubahan-perubahan kecil dapat mengakibatkan perubahan yang drastis dan meluas di masa depan. Prof. Lorenz menganggap bahwa cukup puitis untuk menambahkan analogi kupu-kupu yang mengakibatkan puting beliung, sehingga konsep “perubahan kecil -> akibat besar” dikenal hingga hari ini sebagai the Butterfly Effect.

Mungkin kita familiar dengan efek ini dalam berbagai tontonan yang melibatkan time travel — sebuah intervensi kecil di masa lalu ternyata mengubah segalanya di masa depan.

Salah satu contoh nyata dari efek ini dalam kehidupan orang adalah pilihan Kang Ali Abdaal untuk memulai menulis di sebuah blog — suatu pilihan yang akhirnya membuatnya cukup nyaman untuk ‘tampil’ di media luas, membuka berbagai peluang serendipitous, dan lain-lain sehingga dari menulis online, ia dapat menghasilkan jutaan dolar. Itulah efek kupu-kupu: pilihan sekecil blog yang mengakibatkan perubahan sebesar status millionaire.

Dan kembali pada konteks mentor seperti awal tulisan ini, aku merasakan juga efek ini dalam kehidupanku. Contohnya, salah satu gamechanger terbesar dalam hidupku dalam beberapa tahun ke belakang adalah kesempatan studi di Amerika selama satu semester. Dan percaya atau tidak, sekian persen dari pintu itu terbuka hanya karena kebetulan aku satu travel dengan seorang sesama awardee di akhir tahun 2019. Tiga tahun kemudian aku telah pergi ke Philadelphia; suatu pay-off yang tak pernah kuperkirakan.

Jika aku tidak kebetulan mengobrol bersama Alifia Ilmi di travel itu, aku tidak akan tukaran media sosial dengannya, yang artinya aku tidak akan tahu kegiatan-kegiatannya, yang artinya aku tidak akan terinspirasi dari story-story-nya selama exchange ke UPenn, yang artinya aku tidak akan berada dalam jangkauan dekat seorang awardee yang dapat kutanya-tanya dan minta saran ketika tiba giliranku untuk daftar IISMA.

Sebagai contoh lain, waktu aku masih SD, aku mengikuti program Pembinaan Anak-Anak Salman, sebuah program tiap pekan yang berisi berbagai kegiatan mentoring seru dan pembekalan keislaman untuk anak-anak.

Keterlibatan di PAS membuat keluargaku familiar dengan Masjid Salman dan orang-orangnya, yang mengakibatkan aku rajin mengikuti program Ramadhannya sejak kecil, yang menjadikanku hampir satu-satunya mahasiswa angkatanku di ITB dengan knowledge mendalam berdasarkan pengalaman pribadi tentang program Ramadhan Salman ketika tiba waktunya dibutuhkan seorang ketua kepanitiaan. Karyawan-karyawan Salman serta alumninya pun mengenaliku sejak kecil, yang mempermudah berbagai hal. Dengan begitu, tercemplunglah aku menjadi ketua Panitia Pelaksana Program Ramadhan & Idul Adha Masjid Salman ITB (P3RI), yang mendisrupsi hidup.

Pertemuan di travel menjadi studi gratis di Amerika. Keikutsertaan mentoring di SD menjadi kepemimpinan kepanitiaan di perkuliahan.

Itulah Butterfly Effect.

Bisa jadi memang pintu-pintu tersebut akan terbuka untukku juga tanpa harus bertemu dengan orang-orang yang bersangkutan, tapi yang jelas proses maupun outputnya tidak akan benar-benar sama.

Dan, setelah dipikir-pikir, aku kaget sendiri dengan contoh-contoh butterfly effect dalam kehidupanku yang seolah begitu mudahnya muncul di kepala.

Pandai Berperan

Dengan fenomena-fenomena seperti yang kuurai di atas, aku menjadi teringat akan manusia-manusia yang pernah kutemui dalam lorong kehidupan, baik yang sekadar berpapasan maupun yang pernah berjalan bersama sekian jauh.

Ketika memikirkan teman-teman SMA, misal, akan kurang jujur kalau aku bilang aku senantiasa mengingat kesemuanya. Tetapi kalau diniatkan untuk diingat-ingat, aku bisa terpikirkan dampak-dampak langsung dan tak langsung yang membekas di diriku karena kehadiran masing-masingnya.

Jadi barangkali memang “sebatas itu” peran seorang manusia dalam hidup sesama manusia. Lorong kehidupan kita penuh dengan pintu-pintu bergembok yang kuncinya ada di orang lain. Seringkali gemboknya berlapis-lapis — membutuhkan orang dan kunci yang berbeda agar pintu akhirnya bisa terbuka.

Lalu — terlepas dari baik atau buruknya apapun itu dibalik pintu — kita masuk ke dunia berbeda yang menjadi bagian krusial dari perjalanan kita.

Dan krusial di sini tak mesti se-wah menjadi millionaire atau exchange ke Amerika. Kemenangan kecil itu krusial. Belajar sepeda itu krusial. Menyelesaikan PR itu krusial. Menemukan cafe hidden gem yang menjadi tempat andalanmu itu krusial. Begitu pun pintu kegagalan, harapan palsu, dan patah hati yang orang lain buka.

Krusial, krusial, krusial.

Kesemuanya krusial, karena — sejatinya hidup kita hanya kumpulan lorong dan pintu, yang gembok-gemboknya dibuka satu-demi-satu oleh kunci-kunci yang diputar orang lain. Kita tak mungkin berada di titik sekarang tanpa mereka.

So my gentle advice is, hati-hati kalau berekspektasi berlebih terhadap manusia lain. Karena barangkali ia berpasasan denganmu di lorong itu hanya untuk membuka satu pintu, lalu beranjak pergi. Dari kumpulan kuncinya, mungkin hanya satu yang cocok dengan rangkaian pintumu.

Jangan lupa mengutarakan terima kasih dan doa untuknya, karena telah berperan dalam perjalanan.

Lalu, kita pun seharusnya menyadari peran kita di hidup orang lain. Jangan-jangan di hidup mereka kita menganggap diri sendiri sebagai salah satu lead taunya cuma cameo. So read the signs and don’t overplay (or underplay!) your role.

Jadi, terima kasih untuk teman-teman yang telah membukakan pintu-pintu ke sudut-sudut dunia yang tak pernah kubayangkan.

Dan semoga untukmu, kunciku pun demikian.

Barangkali peranku hanyalah menjadi kupu-kupu yang sayapnya naik-turun, naik-turun, naik-turun.

Wush kupu-kupu edan | Photo by NOAA on Unsplash

--

--