Pohon Angker

Refleksi Kentucky #1

Rakean Radya Al Barra
4 min readFeb 4, 2023

Bukan pohon angker sih, lebih ke “Pohon Nakutin” — dulu waktu kecil nyebutnya “The Creepy Tree”. But this is a catchier title.

Dulu banget aku dan keluarga tinggal di salah satu unit dari Graduate and Family Housing-nya University of Kentucky. Disebutnya apartemen, meski terkesan jauh berbeda dari apa yang standarnya dianggap apartemen. Bangunannya khas: bata merah, tiga lantai, tiga unit per lantai. Kami berbagi parkiran, halaman depan, dan halaman belakang yang amaat luas dengan sesama penghuni.

tempat yang dulu kusebut rumah

Lokasinya sangat dekat dengan arboretum kampus, taman publik sebesar 40 hektar berisi koleksi pepohonan dan tanaman. Sepertinya, kedekatan ini membuat penataan lansekap kompleks apartemennya agak mirip dengan arboretum. Semua halaman sekitar apartemen hijau manis dan tertata perfek. Aku ingat dulu tak jarang melihat pegawai kampus yang amat rajin mencukurnya dengan lawn tractor.

Tentu ini ideal sebagai tempat bertumbuh bagi tiga bocah lelaki hiperaktif beserta tetangga-tetangganya — halaman itu berperan sentral dalam keseharian kami. Tanjakan-tanjakan kecil di halaman belakang membuatnya lebih menarik lagi. Di kala musim semi dan musim panas, kami berguling-guling turun bukit, tak lupa memetik buah mulberry dari pohon dekat playground. Di kala musim gugur dan musim dingin, sara bara di tanjakan ini ditemani oleh dedaunan runtuh atau salju.

empat musim bahagia

Halaman depan setelah parkiran jauh lebih datar: hamparan rumput luas yang hanya berhenti di jalan besar perumahan. Kebetulan, di halaman depan, sekian langkah dari pintu unit rumahku itu ada pohon besar, si pohon angker. Eh nakutin. Eh Creepy Tree.

Or whatever.

Intinya pohon itu.

ade ilman di depan creepy tree

Pada liburan Thanksgiving November lalu, aku berkesempatan untuk kembali memanjat pohon itu satu dekade setelah terakhir kusentuh, barangkali itu sisa masa kecil terakhir yang bisa kuulangi.

Playground di halaman belakang tinggal pasir. Ruangan community dan laundry tempat-persembunyian-petak-umpetku terkunci. Sungai kecil tempat aku mencari serangga telah menjadi penempatan pipa gas. Rumahnya sendiri mana mungkin kumasuki. Jadi tersisa sang halaman dan si Creepy Tree sebagai tempat bermainku yang masih sama saja.

Aku ingat ada banyak cerita menarik yang berhubungan dengan pohon ini. Ia semacam menjadi simbol growing up seorang Rakean Radya. Aku dulu takut untuk mendekatinya, terlebih memanjatnya. Wibawa pohon ini intimidatif — membuat takut. Makanya kita sebut The Creepy Tree.

Tapi lama-kelamaan aku semakin berani, semakin mendekati, dan akhirnya memanjat semakin tinggi, tak lupa memamerkan ceritanya ke teman-teman dan adik-adik. Pada suatu hari di musim panas sewaktu aku kelas 3 SD, saking tingginya, aku bahkan mencapai lokasi sebuah sarang burung di bagian atas pohon (dan setelah itu dari observasi lain waktu, aku jadi tau kalo itu milik burung pemangsa besar, dan jadinya takut deket-deket si pohon lagi sampe beda musim haha).

Semua mulai teringat kembali ketika pohonnya kupanjat kembali sepuluh tahun kemudian. Dari ranting tuanya, aku memandang rerumputan bak roh iseng yang mengintip masa lalu. Aku seolah melihat bayang-bayang diriku sendiri berlarian dari bus sekolah kuning menuju pintu rumah. Tapi aku terjarak darinya, terborgol oleh waktu.

Meski ada di tempat yang sama, masa yang telah lalu terasa jauh. Segala karsa masa kecil sederhana yang kukira telah kubekukan rupanya terlampau lama mencair — tanpa sepengetahuanku. “Dulu” yang kuandaikan dapat digapai kembali ternyata memang tertinggal — dari dulu.

Lamunan ini — sambil mengayun kaki — membawa sebuah pertanyaan, “Sebenarnya seberapa penting rasa dari masa lalu?”

Tapi kontemplasinya usai ketika aku melihat sedan silver masuk ke jalan parkiran di pojokan mata. Tandanya aku dijemput oleh seorang presiden universitas untuk Thanksgiving meal tradisional di rumahnya.

Tapi itu cerita untuk lain waktu.

Dalam hati kuucap selamat tinggal pada pohon, halaman, dan rumah, yang entah kapan lagi bisa kembali berjumpa.

Refleksi Kentucky will be back.

--

--

Rakean Radya Al Barra
Rakean Radya Al Barra

Written by Rakean Radya Al Barra

ngumbara rasa; berbagi tiap jumat pukul 10 WIB

Responses (1)